Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kapan Ditetapkan Masuknya Bulan Ramadhan dan Berakhirnya




Dari Abdullah bin Umar radhiallahu 'anhuma bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menyebutkan Ramadhan dengan mengatakan:

(لاَ تَصُومُوا حَتَّى تَرَوُا الْهِلَالَ، وَلاَ تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوْهُ، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ).

"Jangan kalian berpuasa hingga melihat hilal, dan jangan berbuka hingga melihatnya, dan jika kalian diliputi mendung maka tentukan baginya."
[HR. Bukhari (1807) dan Muslim (1080)].

dan dalam riwayat Bukhari (1801):

"Apabila kalian melihatnya (hilal) maka berpuasalah, dan apabila kalian melihatnya maka berbukalah, dan jika kalian diliputi mendung maka tentukanlah (genapkan) baginya."

dan makna sabda beliau: "dan jika kalian diliputi mendung"; yaitu terhalangi melihat hilal dan tertutupi oleh mendung atau semisalnya.

dan makna: "maka tentukanlah"; yaitu tentukanlah kadarnya, dan kadar satu bulan adalah tiga puluh hari, dan maknanya: menggenapkannya, dan ini adalah pendapat jumhur kaum salaf dan khalaf dengan dalil riwayat-riwayat lain, dan diantaranya riwayat:

(فَإِنْ أُغْمِىَ عَلَيْكُم؛ فَاقْدُروا لَهُ ثَلاثِينَ).

"Dan jika kalian diliputi mendung; maka tentukanlah baginya tiga puluh".

Dan riwayat:

(فَعُدُّوا ثَلاثينَ).

"Maka hitunglah menjadi tiga puluh".

Dan riwayat:

(فَأَكْمِلُوا العَدَدَ)

"Maka sempurnakan bilangannya", dan semuanya di dalam 'Shahih Muslim' (1080-1081) "Syarh An-Nawawi" (7/186).

Dan dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu berkata: telah bersabda rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:

(إِذا رأَيتُم الهِلالَ فصُومُوا، وإِذا رَأيتُمُوهُ فَأَفْطِروا، فإن غُمَّ عَلَيكُمْ فصُومُوا ثلاثِينَ يَوماً).

"Apabila kalian melihat hilal maka berpuasalah, dan apabila kalian melihatnya maka berbukalah, dan jika kalian diliputi mendung maka berpuasalah tiga puluh hari."

Dan dalam sebuah riwayat:

(صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ، وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ، فَإِن غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاثينَ).

"Berpuasalah karena melihatnya, dan berbukalah karena melihatnya, dan jika kalian diliputi mendung maka sempurnakan bilangan Sya'ban menjadi tiga puluh."

Dan dalam sebuah riwayat:

(فَإِن غَبِيَ عَلَيْكُمْ؛ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاثِينَ).

"Dan jika kalian diliputi mendung; maka sempurnakan bilangan Sya'ban menjadi tiga puluh." [HR. Bukhari (1810) dan Muslim (1081)].

Dan dari Abdullah bin Umar radhiallahu 'anhuma berkata:

(تَرَاءَى النَّاسُ الْهِلَالَ، فَرَأَيْتُهُ، فَأَخْبَرْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ [أَني رَأَيْتُهُ] فَصَامَ، وَأَمَرَ النَّاسَ بِصِيَامِهِ).

"Manusia melihat-lihat hilal, maka aku pun melihatnya, maka aku memberitahukan kepada rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa sesungguhnya aku telah melihatnya maka beliau pun berpuasa, dan beliau perintahkan manusia untuk berpuasa."

HR. Abu Dawud (2343), Ad-Darimi (1691), Ad-Daruquthni (2/156), Baihaqi (4/212), Thabrani di dalam Al-Awsath (3877) dan dishahihkan Ibnu Hibban (3447), Hakim. Beliau berkata: berdasarkan syarat Muslim (1/585) dan dishahihkan An-Nawawi di dalam Al-Majmu' (6/276).

Fawaid:
[1]. Bahwa puasa Ramadhan terkait dengan rukyat hilal dengan rukyat yang syar'i, dan jika terhalangi untuk melakukan rukyat oleh mendung atau debu atau kabut atau semisalnya maka wajib menyempurnakan Sya'ban menjadi tiga puluh hari.

[2]. Tidak berpuasa pada hari terakhir bulan Sya'ban sekalipun belum terlihat hilal oleh sebab mendung, debu dan lainnya; dan karena larangan nabi shallallahu 'alaihi wa sallam akan hal itu dengan sabdanya:

(لا تَصُومُوا حَتَّى تَرَوا الهِلالَ)

"Jangan kalian berpuasa hingga kalian melihat hilal."

Dan larangan memberikan konsekuensi peng-haraman. Dan karena malam itu termasuk Sya'ban berdasarkan hukum asal, dan tidak dapat menjadi bagian dari Ramadhan kecuali dengan keyakinan. Dan berdasarkan ucapan 'Ammar bin Yasir radhiallahu 'anhu:

"مَنْ صَامَ الْيَوْمَ الَّذِي يُشَكُّ فِيهِ فَقَدَ عَصَى أَبَا الْقَاسِمِ".

"Barangsiapa berpuasa pada hari yang diragukan padanya maka dia telah bermaksiat kepada Abul Qasim (shallallahu 'alaihi wa sallam)."

▪️ Dita'liq oleh Bukhari (4/119), dan dinilai mawshul (bersambung) oleh Abu Dawud (6/457), Tirmidzi (3/365) dan beliau katakan: hadits hasan shahih dan dikeluarkan oleh An-Nasai, Ibnu Majah dan selain mereka.

▫️ Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar di dalam "Taghliq At-Ta'liq" (3/141) ini adalah hadits shahih, beliau sebutkan bagi hadits tersebut syawahid dan mutaba'at, dan berkata Ad-Daruquthni di dalam Sunan-nya (2/157): "Ini sanadnya shahih dan riwayatnya semuanya tsiqat."

[3]. Apabila telah tetap rukyat hilal maka wajib puasa, dan jangan memperdulikan ucapan-ucapan ahli hisab.

[4]. Penetapan rukyat hilal Ramadhan dengan rukyat seorang lelaki dan padanya penetapan madzhab yang berpendapat dengan pendapat ini karena persoalannya adalah persoalan khilafiyyah sehingga diantara mereka ada yang mewajibkan dua orang saksi dan diantara mereka ada yang tidak membatasi pada dua orang saksi bahkan mengharuskan sekelompok orang yang dapat diterima dengan kejujuran mereka dan rukyat mereka kepada hilal. Akan tetapi manusia beragam dari sisi bermudah-mudahan dalam pemberitaan dengan ala yang telah mereka lihat, dan dalam pemastian apa yang mereka lihat, dan kejujuran; maka ini beragam sesuai dengan perbedaan zaman dan tempat maka perkara tersebut dikala itu dikembalikan kepada qadhi syar'i (majelis hakim syariat) yang ditugaskan dalam menetapkan hilal Ramadhan.

[5]. Bahwa diantara kemudahan syariat Islam adalah mengkaitkan puasa dan berbuka (berhari raya) berdasarkan rukyat yang membutuhkan kepada pembelajaran, dan dapat dijangkau oleh orang yang kuat pandangannya, dan kalau sekiranya harus dengan hisab falakiah tentulah akan memberatkan kebanyakan muslimin di kebanyakan penjuru dunia yang tidak mendapatkan padanya orang yang tidak mumpuni dalam ilmu hisab falakiah.

[6]. Bahwa puasa diwajibkan bagi siapa yang berada pada suatu negeri yang terlihat padanya hilal, adapun apabila jika dia berada pada negeri yang belum terlihat padanya hilal maka tidak berpuasa; karena puasa terkait dengan rukyat, dan dikarenakan adanya perbedaan mathla' (titik terbit) hilal diantara negeri-negeri.

[7]. Bahwa penguasa yang membawakan pengumuman puasa dari sisinya, dan seharusnya bagi yang melihat hilal untuk memberitahukan penguasa atau wakilnya akan rukyatnya.

[8]. Bahwasanya wajib bersandar kepada berita sarana-sarana media modern dalam memberikan pengumuman masuknya bulan dan berakhirnya apabila media-media tersebut mengumumkan dari perintah penguasa atau wakilnya, karena pengumuman dari sisi pemerintah adalah hujjah yang syar'i yang wajib beramal dengannya. Oleh karena itu nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan Bilal untuk mengumumkan kepada manusia akan ketetapan bulan agar mereka berpuasa ketika telah tetap di sisi beliau shallallahu 'alaihi wa sallam akan masuknya bulan, dan menjadikan pengumuman itu sebagai suatu keharusan bagi mereka untuk berpuasa.

[9]. Dianjurkan bagi muslimin untuk melihat-lihat hilal pada malam tiga puluh di bulan Sya'ban, dan di bulan Ramadhan; agar dapat diketahui masuknya bulan dan berakhirnya.

[10]. Bahwa kesalahan dalam menetapkan masuknya bulan teriwayatkan, akan tetapi beban akan terangkat apabila manusia beramal dengan apa yang telah disyariatkan dari rukyat atau menggenapkan bulan ketika tidak dapat dilakukan rukyat.

✍️ Ditulis oleh:
Abu Furaihan Jamal bin Furaihan Al-Haritsi hafizhahullah.

Sumber ; https://t.me/butiranfaedah/471


Posting Komentar untuk "Kapan Ditetapkan Masuknya Bulan Ramadhan dan Berakhirnya"