Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tertolaknya Amalan Bidah

 



Dari Aisyah
 radhiallahu 'anha berkata, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda :


 مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ 

وَفِي رِوَايَةٍ :  منْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ 

"Barangsiapa yang mendatangkan sesuatu yang belum ada sebelumnya di dalam perkara kami (yaitu dalam perkara agama) yang bukan berasal darinya (Al Quran dan Sunnah) maka perkara tersebut tertolak."

Dan dalam sebuah riwayat :

"Barang siapa beramal dengan suatu amalan yang bukan berasal dari kami, maka amalan itu tertolak"

Hadits ini, pada lafadz yang pertama yaitu مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Sedangkan pada lafadz yang ke dua yaitu منْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya.

Dari Ummul Mukminin Aisyah bintu Abi Bakr radhiallahu anhuma, keduanya adalah orang yang jujur. Ash-Shiddiqatu bintu Ash-Shiddiq, wanita yang jujur putri dari lelaki yang jujur. Beliau adalah wanita yang paling dicintai Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dari istri-istri beliau setelah Khadijah. 

Dan Aisyah radhiallahu 'anha adalah satu-satunya wanita yang dinikahi Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dalam keadaan perawan, dan beliau adalah seorang wanita yang faqih bahkan wanita yang paling faqih diantara ummat ini. Sebagaimana yang dikatakan al Hafizh Adz Dzahabi "Beliau adalah wanita yang paling faqih dari kalangan ummat ini secara mutlak"

Az Zuhri berkata "Kalau seandainya dikumpulkan ilmu Aisyah, lalu dibandingkan dengan ilmu seluruh istri-istri Nabi, dan seluruh para wanita, niscaya ilmu Aisyah lebih banyak"

Aisyah radhiallahu 'anha wafat di Kota Madinah di pekuburan Baqi' pada tahun 58 Hijriah.


Penjelasan Hadits :

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda :

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ 

"Barangsiapa yang mendatangkan sesuatu yang belum ada sebelumnya di dalam perkara kami (yaitu dalam perkara agama) yang bukan berasal darinya (Al Quran dan Sunnah) maka perkara tersebut tertolak."

Dalam riwayat Muslim disebutkan :

منْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

"Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada di atasnya perkara kami (dalam Islam), maka perkara tersebut tertolak"

Hadits ini merupakan tolak ukur benarnya suatu amalan yang dzahir, sebagaimana hadit Umar tentang niat merupakan tolak ukur benarnya suatu amalan yang batin. Al Hafizh Ibnu Rajab al Hanbali mengatakan "Hadits ini prinsip yang agung dalam prinsip-prinsip Islam, dan hadits ini merupakan timbangan benarnya suatu amalan secara Dzahir, sebagaimana hadits -amalan tergantung niat- merupakan timbangan benarnya suatu amalan Batin."

Baca juga : Amalan itu Tergantung Niatnya

Dan kedua hadits ini (Hadits Umar dan Hadits Aisyah) merupakan hadits yang menjelaskan dua syarat diterimanya amalan seseorang yaitu ikhlas, dan mengikuti bimbingan Rasululullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Tidak akan diterima suatu amalan kecuali memenuhi dua syarat ini.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman :

فَمَن كَانَ يَرْجُوا۟ لِقَآءَ رَبِّهِۦ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَٰلِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦٓ أَحَدًۢا

"Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya" (QS. Al Kahfi 110)

juga firman Allah Ta'ala :

 لِيَبۡلُوَكُمۡ اَيُّكُمۡ اَحۡسَنُ عَمَلً

"...untuk menguji kalian, siapa diantara kalian yang paling baik amalannya" (QS. Al Mulk 2)

Fudhail bin Iyadh rahimahullah berkata "yang dimaksud paling baik amalannya adalah yang paling ikhlas, dan paling benar. Ikhlas artinya murni semata-mata untuk Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Dan paling benar artinya mengikuti bimbingan dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam"

Faedah Hadits :

1. Diantara syarat diterimanya amalan adalam mengikuti bimbingan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam

2. Islam telah sempurna, tidak butuh penambahan-penambahan. Karena apa saja yang dibutuhkan manusia dalam urusan agama, Islam telah menjelaskannya.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman :

ٱلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلْإِسْلَٰمَ دِينًا

"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, dan telah Ku-cukupkan kepada kalian  nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagi kalian. (QS. Al Maidah 3)

3. Amalan bid'ah adalah amalan yang tertolak. Imam Nawawi rahimahullah mengatakan tentang hadits ini "Bahwa ini merupakan kaidah yang agung di dalam kaidah-kaidah Islam, dan termasuk diantara sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam Jawami'ul Kalim, karena hadits ini sangat jelas menolak bid'ah perkara baru dalam agama, dan ini merupakan hadits yang hendaknya diperhatikan dan dihafal, agar dimanfaatkan dalam mengingkari segala perkara munkar.

4, Semua perkara bid'ah adalah sesat, dan tertolak seluruhnya. Sebagaimana disebutkan pula oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dari Irbadh bin Sariyyah :

"Dan hendaknya kalian menjauhi perkara baru di dalam agama, karena sesungguhnya perkara baru itu adalah bid'ah" (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)

"Dan setiap bid'ah adalah sesat, dan setiap kesesatan berada di dalam neraka" (HR. An Nasai)

5. Bantahan untuk orang yang mengatakan adanya bid'ah hasanah. Oleh karena itu sebagian shahabat Nabi mengatakan "Semua bid'ah itu sesat, meskipun manusia menganggap itu sebagai kebaikan" 

Wallahu a'lam

Referensi utama : Kajian Jawami' Al Akhbar oleh Ustadz Askary hafizhahullah.
Silakan simak videonya di https://youtu.be/uOiYFedEA0k

Posting Komentar untuk "Tertolaknya Amalan Bidah"